Kisah ini berawal dari seoarang anak desa yang mempunyai cita-cita besar dalam kehidupannya.
Pada saat itu dia yang saat itu masih duduk di kelas 8 SMP dipercaya teman-temannya untuk menjadi seoarang ketua OSIS. Dia merasa kurang percaya diri karena kecerdasan yang pas-pasan dan cenderung kurang dibandingkan dengan yang lain. Uniknya pada saat pemilihan ketua OSIS dia memperoleh suara paling banyak dibandingkan dengan calon lain yang lebih cerdas dari dia. Dia menjalankan tugasnya dengan penuh amanah, apapun dia kerjakan. Bahkan, kerjaan anggota OSIS yang lain dia kerjakan lantara anggota tersebut tidak mengerjakannya. Sering koordinasi dengan pembina osis itu adalah kunci dimana dia menambah percaya diri. Wajah polosnya kerap datang dan pergi ke ruang guru untuk koordinasi dengan pembina osis guna pelaksanaan program.
Setahun berlalu, saat Udin kelas 9 tongkat kepeminpinan dia di OSIS digantikan oleh adik kelasnya.
Setelah tidak menjabat menjadi osis dia masih juga berkoordinasi dengan guru untuk meminta nasihat tentang perkembangan dirinya.
“kamu setelah menjadi mantan ketua OSIS ya belajarlah yang rajin dan setelah lulus melanjutkan ke SMA atau SMK” kata pak Jamuri.
“iya pak, saya pengen melanjutkan ke SMK biar kalau udah lulus bisa langsung kerja” jawab Udin.
“iya, iya yang penting kamu rajin dan semangat belajar sehingga bisa lulus SMP, kalau bisa juga dapat beasiswa ke SMK” lanjut Pak Jamuri.
Pada saat itu dia yang saat itu masih duduk di kelas 8 SMP dipercaya teman-temannya untuk menjadi seoarang ketua OSIS. Dia merasa kurang percaya diri karena kecerdasan yang pas-pasan dan cenderung kurang dibandingkan dengan yang lain. Uniknya pada saat pemilihan ketua OSIS dia memperoleh suara paling banyak dibandingkan dengan calon lain yang lebih cerdas dari dia. Dia menjalankan tugasnya dengan penuh amanah, apapun dia kerjakan. Bahkan, kerjaan anggota OSIS yang lain dia kerjakan lantara anggota tersebut tidak mengerjakannya. Sering koordinasi dengan pembina osis itu adalah kunci dimana dia menambah percaya diri. Wajah polosnya kerap datang dan pergi ke ruang guru untuk koordinasi dengan pembina osis guna pelaksanaan program.
Setahun berlalu, saat Udin kelas 9 tongkat kepeminpinan dia di OSIS digantikan oleh adik kelasnya.
Setelah tidak menjabat menjadi osis dia masih juga berkoordinasi dengan guru untuk meminta nasihat tentang perkembangan dirinya.
“kamu setelah menjadi mantan ketua OSIS ya belajarlah yang rajin dan setelah lulus melanjutkan ke SMA atau SMK” kata pak Jamuri.
“iya pak, saya pengen melanjutkan ke SMK biar kalau udah lulus bisa langsung kerja” jawab Udin.
“iya, iya yang penting kamu rajin dan semangat belajar sehingga bisa lulus SMP, kalau bisa juga dapat beasiswa ke SMK” lanjut Pak Jamuri.
Percakapanpun selesai ketika bel masuk berbunyi dan Udin bergegas menuju ke ruang kelasnya.
Masalahpun muncul ketika dia lulus dari SMP, Udin tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke jenjang SMK karena orang tuanya tidak memberi ijin. Alasan dari orang tua Udin adalah karena orang yang bersekolah sampai SMK kebanyakn nganggur dan hanya menghabiskan biaya. Udin tidak kehilangan semangat dan justru memberi motovasi lebih untuk melanjutkan ke SMK. Dia pergi dari rumah dan mendaftar ke SMK sendirian tanpa dampinga keluarganya. Dia mendaftar dengan uangnya sendiri dari menabung ketika di SMP. Setelah diterima di SMK Udin tidak bisa membayar uang gedung dan SPP tiap bulannya. Udin mengadu pada salah satu orang guru SMK yaitu pak Irfan.
“Pak maaf saya ndak bisa membayar SPP dan uang sumbangan lainnya karena ndak punya uang” ungkap dia dengan mata berkaca-kaca.
“la memang orang tua kamu tidak mampu membiayai?” jawab pak Irfan.
“Iya pak, bahkan saya daftar ke SMK tidak disetujui orang tua, bahkan mereka melarangnya” lanjut Udin.
”La terus kamu selama ini berangkat dikasih uang saku ndak?” tanya Pak Irfan.
“Saya ndak pernah dikasih uang saku pak selama ini.” Jawab Udin.
Masalahpun muncul ketika dia lulus dari SMP, Udin tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke jenjang SMK karena orang tuanya tidak memberi ijin. Alasan dari orang tua Udin adalah karena orang yang bersekolah sampai SMK kebanyakn nganggur dan hanya menghabiskan biaya. Udin tidak kehilangan semangat dan justru memberi motovasi lebih untuk melanjutkan ke SMK. Dia pergi dari rumah dan mendaftar ke SMK sendirian tanpa dampinga keluarganya. Dia mendaftar dengan uangnya sendiri dari menabung ketika di SMP. Setelah diterima di SMK Udin tidak bisa membayar uang gedung dan SPP tiap bulannya. Udin mengadu pada salah satu orang guru SMK yaitu pak Irfan.
“Pak maaf saya ndak bisa membayar SPP dan uang sumbangan lainnya karena ndak punya uang” ungkap dia dengan mata berkaca-kaca.
“la memang orang tua kamu tidak mampu membiayai?” jawab pak Irfan.
“Iya pak, bahkan saya daftar ke SMK tidak disetujui orang tua, bahkan mereka melarangnya” lanjut Udin.
”La terus kamu selama ini berangkat dikasih uang saku ndak?” tanya Pak Irfan.
“Saya ndak pernah dikasih uang saku pak selama ini.” Jawab Udin.
Udin menjelaskan betapa dia penuh perjuangan untuk bisa sekolah SMK ini. Dia bahkan tidak pernah tidur di rumah karena kalau pulang ke rumah akan di marahi oleh orang tuannya. Dari cerita itu pak Irfan merasa iba dan mempersilahkan Udin tinggal di rumahnnya dan akan membiayai Udin sampai lulus. Udin merasa senang tapi juga sedih, senang karena sudah ada yang membiayai tapi sedih karena masih teringat sama orang tuanya yang tidak mendukungnya. Semangatpun mulai tumbuh dan juga rasa percaya diri Udin mulai tumbuh. Dia sekolah dengan rajin dan disiplin, tidak pernah bolos serta semua ekstrakurikuler dia ikuti dengan baik.
Pada suatu ketika, Udin dan kakak perempuannya pergi ke rumah sakit yang ada di batang. Mereka berangkat dengan mengandarai sepeda motor, tujuannya menjenguk saudaranya yang dirawat. Malapetakapun terjadi, Udin dan kakaknya ditengah perjalanan mengalami kecelakaan. Udin yang berada di depan hanya lecet dan memar dibagian tangan dan kaki. Kakaknya Udin yang lebih parah karena helm yang dipakai terlepas dan kepalanya membentur aspal. Meraka berdua dirawat pada Rumah sakit yang sama dengan saudaranya yang mau jenguk. Orang tua Udin yang tau akan kejadian itu tak pernah menjenguknya, betepa sedihnya Udin pada kala itu. Samapai kesedihan yang paling memmuncak adalah ketika kakak perempuanya meninggal.
Beberpa minggu Udin mengurung diri di Rumah pak Irfan karena tak mau pulang ke rumahnya. Dia kecewa dengan orang tuanya. Tak mau makan dan minum Udin hanya diam diri di dalam kamar. Stelah dinasehati oleh Pak Irfan, tentang ujian dalam kehidupan dia menyadarinya. Udin bangkit dan menatap masa depan lebih baik lagi.
Beberapa tahun kemudian Udin lulus SMK dan mendapat beasiswa melanjutkan di sekolah Taruna di Magelang jawa tengah. Dia sukses lulus dengan predikat memuaskan. Sekarang dia menjadi tentara pengamanan PBB. Dia ditugaskan mendaimaikan beberapa negara yang sedang bertikai. Keberhasilan dia dalam karier tak lantas dia sombong, dia pung ke rumah dan bercerita terhadap orang tuanya, dan orang tua Udin sekrang bangga dan meminta maaf atas kejadian dulu.